Sabtu, 11 Juni 2011

Sejarah Matematika dan Diriku (bagian 5) : Bilangan Prima

Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari 1 dan hanya mempunyai dua pembagi, yaitu 1 dan bilangan tersebut. Sebagai contoh, 19 adalah bilangan prima karena 19 hanya habis dibagi oleh 19 dan 1. Hampir semua bilangan prima adalah bilangan ganjil dan angka 2 merupakan satu-satunya bilangan prima genap. Dari definisi di atas, angka 1 tidak termasuk dalam bilangan prima, tetapi beberapa matematikawan pada abad XIX beranggapan bahwa angka 1 termasuk dalam himpunan bilangan prima yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bab Sejarah Bilangan Prima. Bilangan-bilangan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Contohnya, 55 adalah bilangan komposit karena 55 habis dibagi 1, 5, 11, dan 55.Sampai saat ini, belum ditemukan pola yang pasti dalam distribusi bilangan prima sehingga cukup sulit untuk menemukan sebuah ataupun beberapa bilangan prima dalam suatu rentang. Cara yang paling mudah adalah menggunakan Sieve of Eratosthenes. Bilangan prima dapat disebut sebagai batu pembangun bilangan bulat positif. Hal ini dibuktikan dengan suatu teorema yang disebut Teorema Fundamental Aritmetik.
SEJARAH BILANGAN PRIMA
Sejarah bilangan prima dimulai pada zaman Mesir kuno dengan ditemukannya sebuah catatan yang menyatakan penggunaan bilangan prima pada zaman tersebut. Namun, bilangan prima dan bilangan komposit pada zaman ini berbeda dengan bilangan prima dan bilangan komposit yang dikenal saat ini. Bukti lain permulaan sejarah bilangan prima adalah sebuah catatan penelitian bilangan prima oleh bangsa Yunani kuno. Euclid’s Elements (300 BC) berisi beberapa teorema penting mengenai bilangan prima, termasuk ketakberhinggan bilangan prima dan teorema fundamental aritmetik. Euclid juga memperlihatkan bagaimana cara menyusun sebuah bilangan sempurna (perfect number) dari sebuah bilangan prima Mersenne yang ditemukan kemudian. Bukti lain adalah Sieve of Eratosthenes, yaitu sebuah cara untuk menghitung seluruh bilangan prima dalam suatu rentang tertentu.
Pada abad XVII, penelitian terhadap bilangan prima dilanjutkan kembali setelah berabad-abad berhenti. Pada tahun 1640, Pierre de Fermat memulainya dengan membuat Teorema Kecil Fermat (Fermat’s Little Theorem) yang nantinya akan dibuktikan oleh Leibniz dan Euler. Kasus khusus dari teorema ini mungkin telah diketahui oleh bangsa Cina sebelumnya, namun belum ada bukti yang pasti mengenai hal ini. Lama setelah itu, Euler menemukan “lubang”pada teorema ini. Sebagai pengganti, seorang Prancis, Marin Mersenne, membuat suatu bentuk baru dari bilangan prima yang akhirnya namanya diabadikan menjadi nama bilangan ini, yaitu bilangan prima Mersenne (Mersenne prime). Cara penentuan inipun belum sempurna karena terdapat beberapa prima semu diantaranya.
Sampai abad XIX, banyak matematikawan masih beranggapan bahwa 1 adalah bilangan prima, dengan definisi bilangan prima adalah bilangan yang habis dibagi satu dan bilangan tersebut tanpa membatasi jumlah pembagi. Pada abad XIX, Legendre dan Gauss membuat sebuah konjektural untuk menghitung banyaknya bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan suatu bilangan. Konjektural ini akhirnya dibuktikan pada tahun 1896 dan berganti nama menjadi Teorema Bilangan Prima (Prime Number Theorem). Sebelumnya, pada tahun 1859, Riemann mencoba membuktikan konjektural tersebut menggunakan fungsi-zeta. Pencarian bilangan prima tidak berhenti sampai disitu, khususnya untuk bilangan-bilangan besar. Banyak matematikawan yang meneliti mengenai tes bilangan prima, contohnya: Pepin’s test untuk bilangan Fermat (1877), Lucas-Lehmer test untuk bilangan Mersenne (1856), dan Lucas-Lehmer test yang digeneralisasikan.
Pada abad XX, penggunaan bilangan prima di luar bidang matematika mulai dikembangkan. Pada era 1970-an, ketika konsep kriptografi kunci-publik ditemukan, bilangan prima menjadi salah satu dasar pembuatan kunci algoritma enkripsi seperti RSA.
menjadi satu atau lebih bilangan prima. Dengan dasar tersebut, Q dapat difaktorkan menjadi satu atau lebih bilangan prima. Namun, tidak ada satu pun bilangan prima (yang telah diasumsikan berjumlah berhingga) yang dapat habis membagi Q karena apapun bilangan primanya, misalkan pj, Q dibagi pj selalu akan menghasilkan sisa minimal 1. Jadi, terdapat suatu bilangan prima baru yang tidak termasuk dalam bilangan prima p1, p2, p3, ... pn, yaitu Q sendiri bila prima atau faktor prima dari Q. Kesimpulan ini kontradiktif dengan asumsi sebelumnya bahwa ada sejumlah berhingga bilangan prima. Oleh karena itu, bilangan prima berjumlah tak berhingga.
Pencarian Bilangan PrimaSebenarnya Euclid dalam beberapa definisi dan proposisi buku Elements-nya menaruh perhatian yang sangat besar akan keberadaan bilangan prima ini. Dalam buku IX Elements, beliau memberikan bukti tentang ketakberhinggaan banyaknya bilangan-bilangan prima dengan menggunakan metode kontradiksi, yang dilakukan pertama kali dalam sejarah matematikan. Selain itu, Euclid juga memberikan sebuah bukti Teorema Fundamental Aritmetika : “Setiap bilangan bulat dapat ditulis sebagai hasil kali bilangan-bilangan prima dalam sebuah bentuk dasar yang unik”. Kemudian dikenal dengan nama Eratosthenes (± 230 SM) dengan `Eratosthenes sieve` atau saringan Eratosthenes,. Pertama-tama ia memperkenalkan metode untuk mendapatkan seluruh bilangan prima yang terbatas hingga suatu bilangan bulat positif n. Dari saringan itu akan didapat bilangan-bilangan prima yang kurang dari n, bahkan dengan saringan tersebut diturunkan suatu konjektur dalam bentuk formula yang dapat dipergunakan untuk memprediksi banyaknya bilangan prima kurang dari suatu bilangan n, yang dinyatakan dengan √n. Sebagai contoh diberikan cara mencari bilangan prima kurang dari 50, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Susun bilangan asli secara berurutan kurang dari 50
2. Hilangkan bilangan 1 karena 1 bukan prima
3. Hilangkan bilangan kelipatan 2, kecuali 2
4. Hilangkan bilangan kelipatan 3, kecuali 3
5. Hilangkan bilangan kelipatan 5, kecuali 5
6. Hilangkan bilangan kelipatan 7, kecuali 7
Realisasi langkah tersebut seperti berikut ini:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50.
Sehingga didapat bilangan prima yang kurang dari 50 adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29, 31, 37, 41, 43, 47.
Bilangan Prima dan Rencana Penciptaan

Salah satu teka-teki lama yang belum sepenuhnya terpecahkan adalah bilangan prima. Bilangan prima adalah bilangan yang hanya dapat habis dibagi oleh bilangan itu sendiri dan angka 1. Angka 12 bukan merupakan bilangan prima, karena dapat habis dibagi oleh angka lainnya 2, 3, dan 4. Bilangan prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. dan seterusnya. Banyak bilangan prima tidak terhingga. Tidak peduli berapa banyak kita menghitung, pasti kita akan menemukan bilangan prima, walaupun mungkin makin jarang_ Hal ini menjadi teka-teki kita, jika kita ingat bilangan ini tidak dapat dibagi oleh angka lainnya. Salah satu hal yang menakjubkan, dalam era komputer kita memberikan kodetifikasi semua hal yang penting dan rahasia, di bank, asuransi, dan perhitungan-perhitungan peluru kendali, security system dengan enkripsi, dalam angka jutaan bilangan-bilangan yang tidak habis dibagi oleh angka lainnya. Ini diperlukan karena dengan penggunaan angka lain, kodetifikasi tadi dapat dengan mudah ditembus.
Fenomena inilah yang ditemukan ilmuwan dari Duesseldorf (Dr. Plichta), sehubungan dengan penciptaan alam, yaitu distribusi misterius bilangan prima. Para ilmuwan sudah lama percaya bahwa bilangan prima adalah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua makhluk (spesies) berintelegensia tinggi, sebagai komunikasi dasar antarmereka. Bahasa ini penuh misteri karena berhubungan dengan perencanaan universal kosmos.
Bilangan lain yang perlu diketahui adalah sisa dari bilangan prima, yakni bilangan komposit, kecuali angka 1, yaitu 4, 6, 8, 9,10,12,14,15, …. dan seterusnya. Dengan kata lain, bilangan komposit adalah bilangan yang terdiri dari minimal dua faktor prima. Misalnya :
6 = 2 x 3 = 2 . 3
30 = 2 x 3 x 5 = 2 . 3 . 5
85 = 5 x 17 = 5 . 17
Selain itu, dikenal pula bilangan khusus, yang disebut prima kembar, yaitu bilangan prima yang angkanya berdekatan dengan selisih 2. Misalnya :
(3,5)
(5,7)
(11,13)
(17,19)
dan seterusnya.
Mayoritas ahli astrofisika juga percaya bahwa di alam semesta terdapat “kode kosmos” atau yang disebut cosmic code based on this order, yang dikenal juga sebagai Theory of Everything (TOE), yang artinya terdapat konstanta-konstanta alam semesta yang saling berhubungan berdasarkan perintah pendesain. Sekali perintah tersebut dapat dipecahkan, maka hal ini akan membuka pandangan sains lainnya yang berhubungan.


sumber:
http://blog.math.uny.ac.id/auriyuniantaprasetya/2009/09/25/matematika-dan-bilangan-prima-2/
http://smpn7bgr.com/?ttg=ksi&h=2646&y=1&kat=Lain-lain&oleh=NUR%20AENI%20RAHMATILAH&jdl=Tugas%20Matematika%20%28%20Sejarah%20Bilangan%20Prima%20%29

1 komentar:

  1. kalau melayu kuno attic sama alpabetis ada tidak?

    BalasHapus